Rabu, 21 Maret 2012

Konsep Kesehatan Mental

Bismillahirrahmanirrahim.
Assalamu’alaikum Wr.Wb.

Mungkin sebagian besar orang-orang hanya melihat sehat hanya dari sudut pandang fisik atau jasmani belaka. Padahal, ada beberapa kategori lain dalam dimensi sehat, salah satunya adalah kesehatan mental. Lalu, apa yang dimaksud dengan kesehatan mental ? dan bagaimana sejarah perkembangan kesehatan mental ?.
Kali ini saya akan membahas tentang “Konsep Kesehatan Mental”. Yang mana akan mencakup konsep sehat beserta dimensinya, sejarah perkembangan kesehatan mental, bagaimana pribadi seseorang dapat berkembang yang akan saya uraikan menurut teori Freud dan Erikson, serta apa yang dimaksud kepribadian sehat.
Kalau begitu langsung saja kita ke TKP ! :D

Konsep Sehat Serta Dimensinya


Berabad-abad yang lalu, sehat diartikan sebagai kondisi yang normal dan alami. Sehingga, segala sesuatu yang tidak normal dan bertentangan dengan alam dianggap sebagai kondisi yang tidak sehat yang harus dicegah.
Banyak versi yang mengungkapkan definisi sehat. Diantaranya :
1) Menurut WHO. Sehat adalah keadaan (status) sehat utuh secara fisik, mental (rohani) dan sosial, dan bukan hanya suatu keadaan yang bebas dari penyakit, cacat, dan kelemahan.
2) Menurut Parson. Sehat adalah kemampuan optimal individu untuk menjalankan peran dan tugasnya secara efektif.
3) Menurut Undang-undang Kesehatan RI No.23 Tahun 1992. Sehat adalah keadaan sejahtera tubuh, jiwa, sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis.
4) Menurut Hurrelmann. Sehat merupakan ungkapan yang menunjukkan kondisi perasaan yang baik pada seseorang, baik yang bersifat subjektif maupun objektif.

Dari beberapa pengertian di atas, saya dapat menyimpulkan bahwa sehat merupakan suatu keadaan atau kondisi seseorang yang normal atau stabil, baik pada fisik, mental maupun sosial.

Adapun ciri-ciri individu yang normal atau sehat (Warga, 1983), diantaranya :
1. Bertingkah laku menurut norma-norma sosial yang diakui.
2. Mampu mengelola emosi.
3. Mampu mengaktualkan potensi-potensi yang dimiliki.
4. Dapat mengikuti kebiasaan-kebiasaan sosial.
5. Dapat mengenali resiko dan setiap perbuatan dan kemampuan tersebut digunakan untuk menuntun tingkah lakunya.
6. Mampu menunda keinginan sesaat untuk mencapai tujuan jangka panjang.
7. Mampu belajar dari pengalaman.
8. Biasanya gembira.

Dimensi sehat terbagi atas 4 kategori, yaitu sebagai berikut :
1) Fisik. Yaitu tubuh atau raga yang sehat dan bebas dari penyakit.
2) Mental. Maksudnya adalah seseorang yang memiliki perasaan dan pemikiran yang kuat dalam menjalani kehidupannya alias dapat mengontrol dirinya agar tetap stabil.
3) Sosial. Maksudnya adalah seseoarang yang selalu mampu menyesuaikan diri pada setiap lingkungan sosial di sekitarnya.
4) Ekonomi. Maksudnya adalah produktivitas seseorang dalam hidupnya.


Sejarah Perkembangan Kesehatan Mental


A.     Gangguan Mental Tidak Dianggap Sebagai Penyakit
Tahun 1600 dan Sebelumnya
Masyarakat saat itu menganggap bahwa orang yang mengalami gangguan mental adalah karena mereka dimasuki oleh roh-roh yang ada di sekitar.
Tahun 1692
Orang yang bergangguan mental pada saat itu sering dianggap terkena sihir / guna-guna atau dirasuki setan.

B.     Gangguan Mental Dianggap Sebagai Sakit
Tahun 1724
Pendeta Cotton Mather (1663 – 1728) mematahkan takhayul yang berkaitan dengan sakit jiwa dengan memajukan penjelasan secara fisik mengenai sakit jiwa itu sendiri. Pada saat ini, pendekatan secara medis mulai dikenalkan, yaitu dengan memberikan penjelasan masalah kejiwaan sebagai akibat gangguan yang terjadi di tubuh.
Tahun 1812
Pada masa ini tumbuh kepercayaan bahwa penanganan di rumah sakit jiwa merupakan hal yang benar dan cara ilmiah untuk menyembuhkan kegilaan.
Tahun 1908
Pada masa ini menyebarnya visi mengenai gerakan kesehatan mental. Clifford Beers mendirikan Masyarakat Connecticut untuk Mental Hygiene yang kemudian berubah menjadi Komite Nasional untuk Mental Hygiene yang merupakan pendahulu Asosiasi Kesehatan Mental Nasional sekarang ini.
Tahun 1920-an
Komite Nasional untuk Mental Hygiene membantu penelitian-penelitian yang berpengaruh pada kesehatan mental, penyakit mental, dan treatmen yang membawa perubahan nyata pada sistem perawatan kesehatan mental.
Tahun 1950
Dibentuk National Association of Mental Health (NAMH) yang merupakan merger dari tiga organisasi, yaitu National Commite for Mental Hygiene, National Mental Health Foundation, dan Psychiatric Foundation.
Tahun 1960-an
Obat-obat antipsikotik konvesional digunakann pertama kali untuk mengontrol simtom-simtom yang positif (nyata) pada penderita psikosis, yang memberikan ukuran yang nyata dan penting karena membuat pasien tenang.

C.     Gangguan Mental Dianggap Sebagai bukan Sakit
Tahun 1961
“Sakit mental” sebenarnya tidaklah betul-betul “sakit”, tetapi merupakan tindakan orang yang secara mental tertekan karena harus bereaksi terhadap lingkungan (Thomas Szasz).
Tahun 1970
Mulainya deinstitusionalisasi massal akibat kurangnya program-program bagi pasien yang telah keluar dari rumah sakit untuk rehabilitasi dan reintegrasi kembali ke masyarakat.
Tahun 1980
Munculnya perawatan yang terencana, yaitu dengan opname di rumah sakit dalam jangka waktu yang pendek dan treatmen masyarakat menjadi stadar bagi perawatan penyakit mental.

D.    Melawan Diskriminasi Terhadap Gangguan Mental
Tahun 1990
NMHA memainkan peran penting dalam memunculkan Disabilities Act. Yang melindungii warga Amerika yang secara mental dan fisik disable dari diskriminasi pada beberapa wilayah.
Tahun 1994
Obat antipsikotik atipikal yang pertama diperkenalkan.


Perkembangan Kepribadian

Setiap manusia pasti berkembang. Banyak aspek-aspek yang berkembang pada diri manusia, salah satunya adalah kepribadian. Perkembangan kepribadian berlangsung seumur hidup, sejak manusia lahir hingga meninggalkan dunia ini. Berikut adalah perkembangan kepribadian dilihat dari teori perkembangan Sigmund Freud dan teori perkembangan Erik H. Erikson.

A.     Teori Perkembangan Kepribadian Sigmud Freud
Kepribadian berkembang sebagai respon terhadap empat sumber tegangan pokok, yaitu : 
1. Proses-proses pertumbuhan fisiologis
2. Frustasi-frustasi
3. Konflik-konflik
4. Ancaman-ancaman
Menurut Sigmund Freud, fase-fase perkembangan individu didorong oleh energi psikis yang disebut libido. Setiap tahap perkembangan ditandai dengan berfungsinya dorongan-dorongan tersebut pada daerah tubuh tertentu. Terbagi atas beberapa fase, yaitu sebagai berikut :
a) Fase Oral (0 – 1 tahun)
Anak memperoleh kepuasan dan kenikmatan yang bersumber pada mulutnya. Contohnya saat bayi menyusu pada ibunya dan memasukkan jari tangannya ke dalam mulut.
      b) Fase Anal (1 – 3 tahun)
Pusat kepuasan anak pada fase ini adalah pada daerah anus, terutama saat buang air besar. Ini adalah saat yang paling tepat untuk mengajarkan disiplin pada anak (termasuk toilet training).
     c) Fase Phalik (3 – 5 tahun)
Pusat kepuasan anak adalah pada daerah kelamin. Anak mulai tertarik pada perbedaan anatomis antara laki-laki dan perempuan. Pada anak laki-laki, kedekatan pada ibunya menimbulkan gairah seksual dan perasaan cinta yang disebut Oedipus Kompleks. Pada anak perempuan disebut Elektra Kompleks (Kedekatan pada ayah).
    d)  Periode Laten (5 – 12 tahun)
Tahap ini adalah masa tenang, walau anak mengalami perkembangan pesat pada aspek motorik dan kognitif. Anak mencari figur ideal diantara orang dewasa berjenis kelamin sama dengannya.
    e) Fase Genital (12 tahun ke atas)
Alat-alat reproduksi sudah mulai masak. Pusat kepuasannya berada pada daerah kelamin. Libido diarahkan untuk hubungan-hubungan heteroseksual.

B.     Teori Perkembangan Kepribadian Erik H. Erikson
Erikson mendasarkan teori perkembangannya pada pengaruh sosial budaya di lingkungan individu. Terselesaikannya krisis pada setiap tahap akan mempengaruhi perkembangan individu. Bagi Erikson, krisis bukanlah malapetaka, melainkan suatu titik tolak. Perkembangan psikososial Erikson dibagi menjadi delapan tahap, yaitu sebagai berikut :
a) Kepercayaan Dasar vs Kecurigaan Dasar (0 – 1 tahun)
Kebutuhan akan rasa aman dan ketidaknyamanan merupakan konflik atau krisis yang dialami oleh anak pada tahap ini. Bila rasa aman terpenuhi, maka anak akan mengembangkan kepercayaan pada lingkungan. Tetapi, bila anak merasa tidak nyaman, anak akan mengembangkan perasaan tidak percaya pada lingkungan. Pada tahap ini, ibu memainkan peranan penting.
     b) Otonomi vs Malu dan Ragu-ragu (2 – 3 tahun)
Pada usia ini, anak sudah dapat melakukan aktivitas secara lebih meluas dan bervariasi. Pengakuan, pujian, perhatian, serta dorongan akan menimbulkan perasaan percaya diri. Bila sebaliknya yang terjadi, maka anak akan mengembangkan perasaan ragu-ragu. Kedua orang tua memainkan peranan penting pada tahap ini.
     c) Inisiatif vs Kesalahan (3 – 6 tahun)
Apabila pada tahap sebelumnya anak sudah mengembangkan perasaan percaya diri dan mandiri, maka ia akan berani mengambil inisiatif, yaitu melakukan segala sesuatu atas kehendak sendiri. Tetapi apabila pada tahap sebelumnya anak mengembangkan perasaan ragu-ragu, maka ia akan merasa bersalah dan tidak berani untuk melakukan sesuatu atas kehendaknya sendiri.
     d) Kerajinan vs Inferioritas (6 – 11 tahun)
Pada usia ini anak sudah bersekolah dan sudah mampu berpikir logis. Oleh karena itu, tuntutan dari dalam dirinya maupun dari luar sudah semakin luas. Bila kemampuan untuk menghadapi tuntutan-tuntutan lingkungan dihargai, maka akan berkembang rasa bergairah untuk terus lebih produktif. Sedangkan apabila ia tidak dihargai, maka akan timbul perasaan rendah diri.
     e) Identitas vs Kekacauan Identitas (mulai 12 tahun)
Anak dihadapkan pada dorongan yang makin kuat untuk lebih mengenal dirinya. Ia harus mulai menentukan bagaimana masa depannya. Bila pada tahap-tahap sebelumnya berhasil ia lalui, maka ia akan menemukan siapa dirinya. Tetapi jika tahap sebelumnya tidak berhasil ia akan merasakan kekaburan peran.
     f) Keintiman vs Isolasi
Individu sudah mulai mencari pasangan hidup. Individu yang berhasil membagi kasih sayang dan perhatian dengan orang lain akan mendapatkan perasaan kemesraan dan keintiman. Sedangkan bagi yang tidak dapat membagi kasih sayang akan merasa terasing.
     g) Generativitas vs Stagnasi
Pada tahap ini, krisis yang dihadapi individu adalah adanya tuntutan untuk membantu orang lain di luar keluargnya. Pengalaman di masa lalu dapat menyebabkan individu mampu berbuat banyak bagi kemanusiaan, khususnya generasi yang akan datang. Tetapi bila dalam tahap-tahap yang sebelumnya ia banyak memperoleh pengalaman yang buruk , mungkin ia akan terkurung dalam kebutuhan dan persoalannya sendiri.
     h) Integritas vs Keputusasaan
Pada masa ini, individu akan mereview masa lalunya. Keberhasilan di masa lalu akan menimbulkan kepuasan. Sedangkan jika ia merasa semuanya gagal, akan timbul kekecewaan yang mendalam.


Kepribadian Yang Sehat



Individu digambarkan sebagai  suatu organisme yang tersusun baik, teratur, dan ditentukan sebelumnya, dengan banyak spontanitas, kegembiraan hidup, dan kreativitas. Meskipun banyak ahli psikologipertumbuhan tidak menyangkal bahwa stimulus-stimulus dari luar, insting-insting, dan konflik-konflik masa kanak-kanak mempengaruhi kepribadian, namun mereka tidak percaya bahwa manusia merupakan korban yang tidak dapat berubah dari kekuatan-kekuatan ini. Kita harus mengatasi masa lampau kita, kodrat biologis kita, dan ciri-ciri lingkungan kita. Kita harus berkembang dan tumbuh melampaui kekuatan-kekuatan yang secara potensial menghambat.

Allport berpendapat bahwa kepribadian yang tidak sehat tidak dibimbing oleh kekuatan-kekuatan tak sadar atau pengalaman-pengalaman masa kanak-kanak. Menurut Allport, motif-motif seorang dewasa bukan perpanjangan atau perluasan motif-motif masa kanak-kanak. Segi sentral dari kepribadian kita adalah intensi-intensi kita yang sadar dan sengaja, yaitu harapan-harapan, aspirasi-aspirasi, dan impian-impian. Tujuan-tujuan ini mendorong kepribadian yang matang dan member petunjuk yang paling baik untuk memahami tingkah laku sekarang.
Allport percaya bahwa dorongan dari semua orang yang sehat adalah sama. Orang yang sehat didorong ke depan oleh suatu visi mas depan dan visi itu mempersatukan kepribdian dan membawa orang itu kepada tingkat-tingkat tegangan yang bertambah. Dengan demikian, kita akan bahagia untuk mengetahui tetapi tidak perlu bahagia supaya menjadi seorang yang matang dan sehat. Kepribadian yang sehat tidak perlu menjadi kepribadian yang senang-senang dan bahagia secara jasmani dan rohani.


                         So,
 : D

Sekian tulisan saya mengenai “Konsep Kesehatan Mental”. Semoga kita semua termasuk dalam pribadi yang sehat secara keseluruhan.
Semoga tulisan saya ini bermanfaat bagi kita semua. Mohon maaf apabila ada kesalahan dalam penulisan saya ini.
Dan saya mengharapkan sumbang saran maupun kritik yang membangun atas tulisan saya ini, sebagai pembelajaran bagi saya.
Terima kasih atas perhatiannya :)

Wassalamu’alaikum Wr.Wb.



Daftar Pustaka :
Asmadi. (2008). Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta: EGC.
Hall, C.S., dan Lindzey, G. (1993). Teori-Teori Psikodinamik (Klinis). Yogyakarta: Kanisius.
Riyadh, S. (2007). Jiwa Dalam Bimbingan Rasulullah. Depok: Gema Insani.
Riyanti, D.B.P., Prabowo, H., dan Puspitawati, I. (1996). Psikologi Umum I. Jakarta: Universitas Gundarma.
Schultz, D. (1991). Psikologi Pertumbuhan; Model-Model Kepribadian Sehat. Yogyakarta: Kanisius.
Semiun, Y. (2006). Kesehatan Mental 1. Yogyakarta: Kanisius.
Siswanto. (2007). Kesehatan Mental, Konsep, Cakupan, dan Perkembangannya. Yogyakarta: Andi.

21 komentar:

Sayyida Sarah mengatakan...

aku mau tanya azah.. dstu kn disebutkan adapun ciri-ciri individu yang normal atau sehat, yg point ke 8, biasanya gembira. kalo orang yg sehat fisik tp dia merasa slalu sedih, apa dikatakan tdk sehat? agar bisa slalu gembira,solusi nya gimana? ituu aja. makasiiiih ^_^

Azizah Fathia mengatakan...

@sarah: makasi komentarnya :) seperti pada bagian dimensi sehat, ternyata sehat itu ga cuma dilihat dari fisik, tapi dilihat jg dari mental, sosial, dan ekonominya. memang banyak orang yg sehat secara fisik, tapi pkiran & prasaannya sakit itu brarti mental dia tdk sehat. Dan bagaimana solusinya ? kalo mnurut aku yg utama ketika dia ada problem, sebaiknya terbuka ke orang yang paling ia percaya biar beban di pkiran & di hati sdikit lebih lega. dan juga jgn terlalu menganggap sesuatu selalu rumit. pendapat aku bgitu sarah :)

Anonim mengatakan...

asik deeeh, kece deh ini...
tetep nulis yah :)

Unknown mengatakan...

das ist gut !

fajarridha mengatakan...

bagus yaa postingannya :) jadi tambah ngerti kepribadian sehat secara teorinya :)

Septria Utami mengatakan...

bagus penjelasan nya zizah :) lanjutkaaaaaaaaaaaan membuat bahasan2 yang lebih keren :D

Novikawati Hasanah mengatakan...

semoga dengan tulisan yg azizah buat kita semakin paham ttg kesehatan :D

shanti wulan sari mengatakan...

pnjlasan yg bgus, smga brmnfaat tuk smua'a. :)

Sayyida Sarah mengatakan...

uuuuum iyaaaa , makasih azaaaaah :)

nurshella ashary mengatakan...

lengkap banget zah,,, semoga lebih bagus ya zah..

Nunung Hairiyah mengatakan...

emang dah azizah klo bkin tulisan pasti baguss..:)

shiella sasmita mengatakan...

azizah jjang!!
tulisannya lengkap juga bermanfaat (y)

mynameisewing mengatakan...

wah lengkap banget :)

Irina Elvandari mengatakan...

bagus banget tulisannya, sangat bermanfaat.. :D

Anonim mengatakan...

wah postingannya bagus2. banyak jg yg komen. bagus pkonya deh :D

Azizah Fathia mengatakan...

@ all : makasi ya udh komentar :) blog kaliaan jg bagus-bagus :) SEMANGAT buat kita smua !

Robert Yusnanto, S.PSi, CH. CHt mengatakan...

menarik sakali dilengkapi gambar ,. :D

Unknown mengatakan...

aslm azah, saya punya kelainan kejiwaan dan mental nih. saya bingung harus gimana bantu saya dong azah hehe :p

Azizah Fathia mengatakan...

@anita: Waalaikumsalam. berhubung aku blum jadi psikolog sehingga blum dpt ijin praktek, aku cma bisa bantu do'a :D silahkan hubungi psikolog terdekat :D

Unknown mengatakan...

bisa nih kalo kita kerja sama dalam praktek :P hehe

Unknown mengatakan...

azah, buku yang kamu pake itu ppdgj III bukan? hehe

Posting Komentar