Rabu, 02 November 2011

Pengambilan Keputusan_PIO

a.      Pengertian Pengambilan Keputusan
Keputusan adalah hasil pemecahan masalah yang dihadapinya dengan tegas. Hal itu berkaitan dengan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan mengenai apa yang harus dilakukan dan seterusnya mengenai unsur-unsur perencanaan. Dapat juga dikatakan bahwa keputusan itu sesungguhnya merupakan hasil proses pemikiran yang berupa pemilihan satu diantara beberapa alternatif yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah yang dihadapinya.
Keputusan itu sendiri merupakan unsur kegiatan yang sangat vital. Jiwa kepemimpinan seseorang itu dapat diketahui dari kemampuan mengatasi masalah dan mengambil keputusan yang tepat. Keputusan yang tepat adalah keputusan yang berbobot dan dapat diterima bawahan. Ini biasanya merupakan keseimbangan antara disiplin yang harus ditegakkan dan sikap manusiawi terhadap bawahan. Keputusan yang demikian ini juga dinamakan keputusan yang mendasarkan diri pada human relations.
Ada beberapa definisi tentang pengambilan keputusan, dalam hal ini arti pengambilan keputusan sama dengan pembuatan keputusan, misalnya menurut Terry, definisi pengambilan keputusan adalah pemilihan alternatif perilaku dari dua alternatif atau lebih (tindakan pimpinan untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi dalam organisasi yang dipimpinnya dengan melalui pemilihan satu diantara alternatif-alternatif yang dimungkinkan).
Menurut Siagian, pengambilan keputusan adalah suatu pendekatan terhadap hakikat suatu masalah, pengumpulan fakta-fakta dan data, penentuan yang matang dari alternatif yang dihadapi dan pengambilan tindakan yang menurut perhitungan merupakan tindakan yang paling tepat.
Menurut Nooderhaven (1996), decision making atau pengambilan keputusan adalah proses menimbang dan menyeleksi pilihan–pilihan yang ada untuk menentukan keputusan yang akan diambil.
Schermerhon (1996), mendefinisikan pengambilan keputusan sebagai suatu proses memilih diantara beberapa pilihan yang akan dijadikan tindakan nyata sebagai perwujudan keputusan yang telah diambil.
Lebih lanjut, Morgan (1986), menjelaskan mengenai decision making atau pengambilan keputusan sebagai bagian dari problem solving atau pemecahan masalah dimana pemecahan masalah tersebut ditampilkan dalam bentuk beberapa alternatif dan diantara alternatif tersebut harus kita pilih.
Kozielecki (1975), mengemukakan bahwa masalah merupakan decision task, yaitu tugas yang menyebabkan diperlukannya suatu pengambilan keputusan. Tugas tersebut timbul dikarenakan individu memperhatikan adanya kesenjangan antara situasi yang ada dengan situasi yang diharapkan dan individu tersebut termotivasi untuk mencapai situasi yang diinginkan. Oleh karena itu menurut Kozielecki, individu yang nantinya akan mengambil keputusan dengan memilih alternatif pilihan yang ada harus bertanggung jawab atas keputusannya tersebut. Apabila individu tersebut tidak bertanggung jawab maka menurut Kozielecki, individu tersebut tidak tergolong sebagai pengambilan keputusan.
Berdasarkan beberapa definisi yang telah dikemukakan oleh para ahli diatas, maka dapat disimpulkan bahwa pengambilan keputusan atau decision making merupakan bagian dari pemecahan masalah dan juga sebagai decision task  yang memperlihatkan tindakan memilih dan menimbang satu diantara alternatif pilihan yang ada sebagai proses pemecahan masalah tersebut disertai tanggung jawab atas pilihan yang telah diambil.
Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa keputusan itu diambil dengan sengaja, tidak secara kebetulan, dan tidak boleh sembarangan. Permasalahnya telebih dahulu harus diketahui dan dirumuskan dengan jelas, sedangkan pemecahannya harus didasarkan pemilihan alternatif terbaik dari alternatif yang ada.

b.      Tujuan Pengambilan Keputusan
Menurut M. Iqbal (2004), pengambilan keputusan sebagai suatu kelanjutan dari cara-cara pemecahan masalah memiliki fungsi antara lain:
1.            Pangkal permulaan dari semua aktivitas manusia yang sadar dan terarah, baik secara individual maupun secara kelompok, baik secara institusional maupun secara organisasional.
2.            Sesuatu yang bersifat futuristik, artinya bersangkut-paut dengan hari depan, masa yang akan datang, dimana efeknya atau pengaruhnya berlangsung cukup lama.

Sementara, tujuan pengambilan keputusan dapat dibedakan atas dua, yaitu sebagai berikut :
1.            Tujuan yang bersifat tunggal.
Tujuan pengambilan keputusan yang bersifat tunggal terjadi apabila keputusan yang dihasilkan hanya menyangkut satu masalah, artinya bahwa sekali diputuskan, tidak ada kaitannya dengan masalah lain.
2.            Tujuan yang bersifat ganda.
Tujuan pengambilan keputusan yang bersifat ganda terjadi apabila keputusan yang dihasilkan itu menyangkut lebih dari satu masalah, artinya satu keputusan yang diambil itu sekaligus memecahkan dua masalah atau lebih, yang sifatnya kontradiktif atau yang tidak bersifat kontradiktif.

Kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam organisasi itu dimaksudkan untuk mencapai tujuan organisasinya yang diinginkan semua anggota agar kegiatan itu dapat berjalan lancar dan tujuan dapat dicapai dengan mudah dan efisien. Namun, kerap kali terjadi hambatan-hambatan dalam melaksanakan kegiatan. Ini merupakan masalah yang hatus dipecahkan oleh pimpinan organisasi. Pengambilan keputusan dimaksudkan untuk memecahkan masalah tersebut.

c.      Faktor-faktor Yang Perlu Diperhatikan Dalam Pengambilan Keputusan
Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam pengambilan keputusan menurut Terry, yaitu :
  1. Hal-hal yang berwujud maupun yang tidak berwujud, yang emosional maupun yang rasional perlu diperhitungkan dalam pengambilan keputusan.
  2. Setiap keputusan harus dapat dijadikan bahan untuk mencapai tujuan organisasi.
  3. Setiap keputusan jangan berorientasi pada kepentingan pribadi, tetapi harus lebih mementingkan kepentingan organisasi.
  4. Jarang sekali pilihan yang memuaskan, oleh karena itu buatlah altenatif-alternatif tandingan.
  5. Pengambilan keputusan merupakan tindakan mental dari tindakan ini harus diubah menjadi tindakan fisik.
  6. Pengambilan keputusan yang efektif membutuhkan waktu yang cukup lama.
  7. Diperlukan pengambilan keputusan yang praktis untuk mendapatkan hasil yang lebih baik.
  8. Setiap keputusan hendaknya dilembagakan agar diketahui keputusan itu benar.
  9. Setiap keputusan merupakan tindakan permulaan dari serangkaian kegiatan mata rantai berikutnya.
d.      Teori-teori Pengambilan Keputusan
1.                  I.   Teori Rasional Komprehensif
Teori pengambilan keputusan yang paling dikenal dan mungkin pula yang banyak diterima oleh kalangan luas ialah teori rasional komprehensif. Unsur-unsur utama dari teori ini dapat dikemukakan sebagai berikut :
1.1.      Pembuat keputusan dihadapkan pada suatu masalah tertentu yang dapat dibedakan dari masalah-masalah lain atau setidaknya dinilai sebagai masalah-masalah yang dapat diperbandingkan satu sama lain.
1.2.      Tujuan-tujuan, nilai-nilai, atau sasaran yang mempedomani pembuat keputusan amat jelas dan dapat ditetapkan rangkingnya sesuai dengan urutan kepentingannya.
1.3.      Pelbagai altenatif untuk memecahkan masalah tersebut diteliti secara saksama.
1.4.      Akibat-akibat (biaya dan manfaat) yang ditmbulkan oleh setiap altenatif yang dipilih diteliti.
1.5.      Setiap alternatif dan masing-masing akibat yang menyertainya,
dapat diperbandingkan dengan alternatif-altenatif lainnya.
1.6.      Pembuat keputusan akan memilih alternatif dan akibat-akibatnya yang dapat memaksimasi tercapainya tujuan, nilai atau Sasaran yang telah digariskan.
Teori rasional komprehensif banyak mendapatkan kritik dan kritik yang paling tajam berasal dari seorang ahli ekonomi dan matematika Charles Lindblom. Lindblom secara tegas menyatakan bahwa para pembuat keputusan itu sebenarya tidaklah berhadapan dengan masalah-masalah yang konkrit dan terumuskan dengan jelas.

2.                              II.  Teori Inkremental
Teori inkremental dalam pengambilan keputusan mencerminkan suatu teori pengambilan keputusan yang menghindari banyak masalah yang harus dipertimbangkan (seperti daram teori rasional komprehensif) dan pada saat yang sama merupakan teori yang lebih banyak menggambarkan cara yang ditempuh oleh pejabat-pejabat pemerintah dalam mengambil keputusan sehari-hari.
Pokok-pokok teori inkremental ini dapat diuraikan sebagai berikut:
2.1.      Pemilihan tujuan atau sasaran dan analisis tindakan empiris yang diperlukan untuk mencapainya dipandang sebagai sesuatu hal yang saling terkait daripada sebagai sesuatu hal yang saling terpisah.
2.2.      Pembuat keputusan dianggap hanya mempertimbangkan beberapa altematif yang langsung berhubungan dengan pokok masalah dan altematif-alternatif ini hanya dipandang berbeda secara inkremental atau marginal bila dibandingkan dengan kebijaksanaan yang ada sekarang.
2.3.      Bagi tiap altematif hanya sejumlah kecil akibat-akibat yang mendasar saja yang akan dievaluasi.
2.4.      Masalah yang dihadapi oleh pembuat keputusan akan didedifinisikan secara terarur. Pandangan inkrementalisme memberikan kemungkinan untuk mempertimbangkan dan menyesuaikan tujuan dan sarana serta sarana dan tujuan sehingga menjadikan dampak dari masalah itu lebih dapat ditanggulangi.
2.5.      Bahwa tidak ada keputusan atau cara pemecahan yang tepat bagi tiap masalah. Batu uji bagi keputusan yang baik terletak pada keyakinan bahwa berbagai analisis pada akhirnya akan sepakat pada keputusan tertentu meskipun tanpa menyepakati bahwa keputusan itu adalah yang paling tepat sebagai sarana untuk mencapai tujuan.
2.6.      Pembuatan keputusan yang inkremental pada hakikatnya bersifat perbaikan-perbaikan kecil dan hal ini lebih diarahkan untuk memperbaiki ketidaksempunaan dari upaya-upaya konkrit dalam mengatasi masalah sosial yang ada sekarang daripada sebagai upaya untuk menyodorkan tujuan-tujuan sosial yang sama sekali baru di masa yang akan datang.

3.                             III.  Teori Pengamatan Terpadu (Mixed Scanning Theory)
Penganjur teori ini adalah ahli sosiologi organisasi Amitai Etzioni. Etzioni setuju terhadap kritik-kritik para teoritisi inkremental yang diarahkan pada teori rasional komprehensif, akan tetapi ia juga menunjukkan adanya beberapa kelemahan yang terdapat pada teori inkremental. Misalnya, keputusan-keputusan yang dibuat oleh pembuat keputusan penganut model inkremental akan lebih mewakili atau mencerminkan kepentingan-kepentingan dari kelompok-kelompok yang kuat dan mapan serta kelompok-kelompok yang mampu mengorganisasikan kepentingannya dalam masyarakat, sementara itu kepentingan-kepentingan dari kelompok-kelompok yang lemah dan yang secara politis tidak mampu mengorganisasikan kepentingannya praktis akan terabaikan. Lebih lanjut dengan memusatkan perhatiannya pada kepentingan atau tujuan jangka pendek dan hanya berusaha untuk memperhatikan variasi yang terbatas dalam kebijaksanaan-kebijaksanaan yang ada sekarang, maka model inkremental cenderung mengabaikan peluang bagi perlunya pembaruan sosial (social inovation) yang mendasar.
Oleh karena itu, menurut Yehezkel Dror (1968) gaya inkremental dalam pembuatan keputusan cenderung menghasilkan kelambanan dan terpeliharanya status quo, sehingga merintangi upaya menyempurnakan proses pembuatan keputusan itu sendiri. Bagi sarjana seperti Dror yang pada dasarnya merupakan salah seorang penganjur teori rasional yang terkemuka,  model inkremental ini justru dianggapnya merupakan strategi yang tidak cocok untuk diterapkan di negara-negara sedang berkembang, sebab di negara-negara ini perubahan yang kecil-kecilan (inkremental) tidaklah memadai guna tercapainya hasil berupa perbaikan-perbaikan besar-besaran.
Model pengamatan terpadu juga memperhitungkan tingkat kemampuan para pembuat keputusan yang berbeda-beda. Secara umum dapat dikatakan, bahwa semakin besar kemampuan para pembuat keputusan untuk memobilisasikan kekuasaannya guna mengimplementasikan keputusan-keputusan mereka, semakin besar keperluannya untuk melakukan scanning dan semakin menyeluruh scanning itu, semakin efektif pengambilan keputusan tersebut. Dengan demikian, model pengamatan terpadu ini pada hakikatnya merupakan pendekatan kompromi yang menggabungkan pemanfaatan model rasional komprehensif dan model inkremental dalam proses pengambilan keputusan.

e.      Komponen Pengambilan keputusan
Unsur pengambilan keputusan itu adalah: (1) tujuan dari pengambilan keputusan; (2) identifikasi alternatif keputusan yang memecahkan masalah; (3) perhitungan tentang faktor-faktor yang tidak dapat diketahui sebelumnya atau di luar jangkauan manusia; dan (4) sarana dan perlengkapan untuk mengevaluasi atau mengukur hasil dari suatu pengambilan keputusan. (dalam jurnal Pengambilan Keputusan bagi Para Manajer dalam Organisasi oleh Suradi)
Sementara itu, George R. Terry menyebutkan 5 komponen dalam pengambilan keputusan, yaitu: (1) intuisi;  (2) pengalaman; (3) fakta; (4) wewenang;  dan (5) rasional.
(1) Intuisi.
Pengambilan keputusan berdasarkan intuisi adalah pengambilan keputusan  yang berdasarkan perasaan yang sifatnya subyektif.  Dalam pengambilan keputusan berdasarkan intusi ini, meski waktu yang digunakan untuk mengambil keputusan relatif pendek, tetapi keputusan yang dihasilkan seringkali relatif  kurang baik karena seringkali mengabaikan dasar-dasar pertimbangan lainnya. Pengambilan keputusan berdasarkan intuisi ini mengandung beberapa kelebihan dan kelemahan. Kelebihannya antara lain:
a.       Waktu yang digunakan untuk mengambil keputusan relatif lebih pendek.
b.      Untuk masalah yang pengaruhnya terbatas, pengambilan keputusanakan memberikan kepuasan pada umumnya.
c.       Kemampuan mengambil keputusan dari pengambil keputusan itu sangat berperan, dan itu perlu dimanfaatkan dengan baik.
Kelemahannya antara lain:
a.       Keputusan yang dihasilkan relatif kurang baik.
b.      Sulit mencari alat pembandingnya, sehingga sulit diukur kebenarandan keabsahannya.
c.       Dasar-dasar lain dalam pengambilan keputusan sering kali diabaikan.


(2) Pengalaman.
Sering kali terjadi bahwa sebelum mengambil keputusan, pimpinan mengingat-ingat apakah kasus seperti ini sebelumnya pernah terjadi. Pengingatan semacam itu biasanya ditelusuri melalui arsip-arsip pengambilan keputusan yang berupa dokumentasi pengalaman-pengalaman masa lampau. Jika ternyata permasalahan tersebut pernah terjadi sebelumnya, maka pimpinan tinggal melihat apakah permasalahan tersebut sama atau tidak dengan situasi dan kondisi saat ini. Jika masih sama kemudian dapat menerapkan cara yang sebelumnya itu untuk mengatasi masalah yang timbul.
Dalam hal tersebut, pengalaman memang dapat dijadikan pedoman dalam menyelesaikan masalah. Keputusan yang berdasarkan pengalaman sangat bermanfaat bagi pengetahuan praktis. Pengalaman dan kemampuan untuk memperkirakan apa yang menjadi latar belakang masalah dan bagaimana arah penyelesaiannya sangat membantu dalam memudahkan pemecaha masalah.
Pengambilan keputusan berdasarkan pengalaman memiliki manfaat bagi pengetahuan praktis, karena dengan pengalaman yang dimiliki seseorang, maka dapat memperkirakan keadaan sesuatu, dapat memperhitungkan untung-ruginya dan baik-buruknya keputusan yang akan dihasilkan. Karena pengalaman seseorang yang menduga masalahnya walaupun hanya dengan melihat sepintas saja mungkin sudah dapat menduga cara penyelesaiannya.


(3) Wewenang.
Pengambilan keputusan berdasarkan wewenang biasanya dilakukan oleh pimpinan terhadap bawahannya, atau oleh orang yang lebih tinggi kedudukannya kepada orang yang lebih rendah kedudukannya. Hasil keputusannya dapat bertahan dalam jangka waktu yang cukup lama dan memiliki otentisitas (otentik),  tetapi  dapat menimbulkan sifat rutinitas, mengasosiasikan dengan praktek diktatorial dan sering melewati permasalahan yang seharusnya dipecahkan sehingga dapat menimbulkan kekaburan. Pengambilan keputusan berdasarakan wewenang juga memiliki beberapa kelebihan dan kelemahan. Kelebihannya antara lain:
a.       Kebanyakan penerimaannya adalah bawahan, terlepas apakahpenerimaan tersebut secara sukarela ataukah secara terpaksa.
b.      Keputusannya dapat bertahan dalam jangka waktu yang cukup lama.
c.       Memiliki otantisitas (otentik).
Kelemahannya antara lain:
a.       Dapat menimbulkan sifat rutinitas.
b.      Mengasosiasikan dengan praktek diktatorial.
c.       Sering melewati permasalahan yang seharusnya dipecahkan sehingga dapat menimbulkan kekaburan.


(4) Fakta.
Ada yang berpendapat bahwa sebaiknya pengambilan keputusan didukung oleh sejumlah fakta yang memadai. Sebenarnya istilah fakta perlu dikaitkan dengan istilah data dan informasi. Kumpulan fakta yang telah dikelompokkan secara sistematis dinamakan data. Sedangkan informasi adalah hasil pengolahan dari data. Dengan demikian, data harus diolah lebih dulu menjadi informasi yang kemudian dijadikan dasar pengambilan keputusan.
Pengambilan keputusan berdasarkan data dan fakta empiris dapat memberikan keputusan yang sehat, solid dan baik. Dengan fakta, tingkat kepercayaan terhadap pengambil keputusan dapat lebih tinggi, sehingga orang dapat menerima keputusan yang dibuat itu dengan rela dan lapang dada.


(5) Rasional.
Pada pengambilan keputusan yang berdasarkan rasio, keputusan yang dihasilkan bersifat objektif, logis, lebih transparan dan konsisten untuk memaksimumkan hasil atau nilai dalam batas kendala tertentu, sehingga dapat dikatakan mendekati kebenaran atau sesuai dengan apa yang diinginkan. Pengambilan keputusan secara rasional ini berlaku sepenuhnya dalam keadaan yang ideal.
Keputusan yang bersifat rasional  berkaitan dengan daya guna. Masalah – masalah yang dihadapi merupakan masalah yang memerlukan pemecahan rasional. Keputusan yang dibuat berdasarkan pertimbangan rasional lebih bersifat objektif. Dalam masyarakat, keputusan yang rasional dapat diukur apabila kepuasan optimal masyarakat dapat terlaksana dalam batas-batas nilai masyarakat yang di akui saat itu. Para pengambil keputusan harus melakukan analisa yang rasional sebelum mengambil keputusan dengan berbagai alternatif yang ada (dalam jurnal Manajemen & Kewirausahaan Vol.3, No 1, Maret 2001: 14-33)
Pada pengambilan keputusan secara rasional terdapat beberapa hal sebagai berikut:
a.       Kejelasan masalah: tidak ada keraguan dan kekaburan masalah.
b.      Orientasi tujuan: kesatuan pengertian tujuan yang ingin dicapai.
c.       Pengetahuan alternatif: seluruh alternatif diketahui jenisnya dan konsekuensinya.
d.      Preferensi yang jelas: alternatif bisa diurutkan sesuai kriteria.
e.       Hasil maksimal: pemilihan alternatif terbaik berdasarkan atas hasil ekonomis yang maksimal.

f.      Jenis – jenis Pengambilan Keputusan
Atwatter (1983), membagi jenis pengambilan keputusan menjadi 8 bagian, yang dimana kedelapan bagian tersebut memiliki sifat yang dapat berubah – ubah untuk menyesuaikan berbagai macam permasalahan yang membutuhkan suatu pengambilan keputusan. Jenis – jenis tersebut diantaranya adalah :
a.    Impulsive
       Merupakan jenis keputusan yang mengambil alternatif pertama kali dengan sedikit pertimbangan.
b.    Fatalistic
      Jenis tipe keputusan yang menyerahkan segala keputusan pada lingkungan atau takdir.
c.    Compliant
     Jenis keputusan yang dibuat dengan membiarkan orang lain yang membuat keputusan bagi individu sendiri.
d.   Delaying
     Jenis keputusan yang bersifat menunda segala pertimbangan dan tindakan atas masalah yang sedang dihadapi.
e.    Agonizing
    Tipe jenis keputusan ini lebih cenderung ketika individu mulai menjadi terlalu berlebihan dalam      menganalisa alternatif yang ada sehingga membuatnya menjadi bingung atas keputusan yang harus diambil.
f.     Planning
     Jenis tipe keputusan ini lebih kepada pemusatan prosedur-prosedur rasional dengan menyeimbangkan antara berbagai alasan-alasan berdasarkan fakta-fakta yang ditemukan dengan kondisi emosional.
g.    Intuitive
       Jenis keputusan ini hanya didasari oleh intuisi dari yang berasal dari pemikiran individu.
h.    Paralysis
       Jenis keputusan ini lebih cenderung pada individu yang hanya ingin menerima tanggung jawab yang ada tetapi tidak mampu untuk memutuskan keputusan.

g.     Metode Pengambilan Keputusan
Mintzberg mengungkapkan bahwa langkah-langkah dalam pengambilan keputusan terdiri dari :
a.             Tahap identifikasi
Tahap ini adalah tahap pengenalan masalah atau kesempatan muncul dan diagnosis dibuat. Sebab tingkat diagnosis tergantung dari kompleksitas masalah yang dihadapi.
b.            Tahap pengembangan
Tahap ini merupakan aktivitas pencarian prosedur atau solusi standar yang ada atau mendesain solusi yang baru. Proses desain ini merupakan proses pencarian dan percobaan di mana pembuat keputusan hanya mempunyai ide solusi ideal yang tidak jelas.
c.             Tahap seleksi
Tahap ini pilihan solusi dibuat, dengan tiga cara pembentukan seleksi yakni dengan penilaian pembuat keputusan : berdasarkan pengalaman atau intuisi, bukan analisis logis, dengan analisis alternatif yang logis dan sistematis, dan dengantawar-menawar saat seleksi melibatkan kelompok pembuat keputusan dan semua manuver politik yang ada. Kemudian keputusan diterima secara formal dan otorisasi dilakukan.

0 komentar:

Posting Komentar